Postingan

Belum ada judul

Pernah denger dari orang kalo hidup jangan dipikirin tapi dijalanin.  Ungkapan yang lagi dipertanyakan dikondisi sekarang, rasanya garelate aja. Karna akhir-akhir ini ngerasa pengen ini dan itu. Perihal sumber daya yg gaseberapa dan keinginan untuk punya backup plan buat hal tak terduga kedepannya atau sekadar nyimpen semuanya buat di waktu yang pas. Semua itu akhirnya cuma berputar di kepala. Sampe sekarang belum ketemu apa yang pas buat diambil. Apa jangan-jangan saya belum nentuin tujuannya? Atau mungkin emang karna belum ada tempat yang pas buat dijadiin tujuan? Hal ini ngebuat semangat ngelakuin sesuatu jadi berkurang karena gaada tujuan yang ingin dituju. Ditambah soal tanggung jawab lainnya yang gaseberapa itu tapi jadi printilan yang ternyata ngeberatin pikiran juga. Kalo stoic bilang kendaliin apa yang bisa dikendaliin. Nah bagian ini tuh adalah bagian yang bisa dikendaliin, cuma emang perlu dipikirin dlu apa yang mau diambil karena yakin ouputnya akan beda hasil.  Tau ah, mau

buah dari yang lalu

Kalo dipikir-pikir, saya yang sekarang tidak pernah terpikirkan oleh saya yang dulu. --- Sebelum menginjak kepala dua, saya sering berandai-andai perihal ingin menjadi apa di masa depan nanti, memikirkan bagaimana caranya saya hidup dari pekerjaan yang seperti apa. Meraup rejeki dari keran-keran yang saya yakini akan mengalir dari apa yang saya bangun. Namun, semakin berjalannya waktu, saya menyadari saya tidak melewati jalan membangun keran-keran tersebut. Sebenarnya bukan karena tidak ada niatan untuk memulai langkahnya, tapi karena saya rasa semesta sedang tidak mendukung, atau lebih tepatnya semesta menahan saya untuk bergerak melewatinya.  Langkah awal untuk memulai hal tersebut beberapa kali batal. Padahal rencananya sudah saya susun dengan perlahan, sudah saya estimasikan pula apa yang perlu. Namun apa boleh buat, tidak berjalan. Sampai akhirnya saya pikir mungkin memang belum waktunya saja. --- Ketika berada diujung semester kuliah. Saya pernah menawarkan diri kepada seorang te

yaudahlah ya

"yaudahlah ya". Kalimat yang sering kali terdengar. Bukan dari orang lain, tapi dari diri sendiri dan untuk diri sendiri. Sering tak ada bunyinya, hanya ungkapan dalam hati yang kerap berulang. Kalimat yang menurut saya punya powernya sendiri untuk ketenangan hati maupun pikiran. Kalimat yang bisa mengendalikan apa yang saya alami sehingga saya bisa mengambil tindakan-tindakan yang rasional di kala datang hal tidak menyenangkan ataupun mengecewakan.  Entah mengapa tahun ini dan sebelumnya banyak sekali cobaan dan rintangan yang datang. Beberapa kali mereka berkolaborasi bersama di waktu yang berdekatan. Macam jam kerja shift 24 jam yang silih berganti karyawan. Untungnya, saya sudah menemukan kalimat itu, kalimat "yaudahlah ya". Kalimat inilah yang membuat saya tetap waras meski keadaan kadang memicu saya untuk berbuat hal-hal yang kurang pantas.  Kalimat "yaudahlah ya" juga sering berkolaborasi dengan hal lain.  Kadang, kalo sedang datang cobaan, ia berko

Dari Semua Pria, Aku Yang Juara

Lirik lagu yang membekas dipikiran akhir-akhir ini. Karena rasanya pas sekali dengan situasi dan keadaan saya sekarang. Mungkin sebagian dari kalian ngerasa saya kepedean. Mungkin ya ... mungkin, dan kalo memang iya kasih saya kesempatan buat lurusin sedikit, biar pikiran kalian gamikir begitu. Walaupun setelah baca ini tetap melenceng dari makna sebenernya, ya gapapa juga, karena saya tau kemampuan tiap orang beda-beda, termasuk dalam menyerap informasi atau bacaan. 'Dari semua pria aku yang juara' lirik dari lagu Naif ini artinya buat saya itu bukan saya yang terbaik dari semua pria dalam segala aspek. Namun, saya rasa, saya adalah sang Juaranya. Definisi juara menurut saya sekarang sepertinya berbeda, yang dipikiran kalian mungkin artinya adalah yang terhebat; dulu saya juga mikir begini. Seseorang yang berjuang, mencari perbandingan orang lain atau lingkungan untuk dilampaui. Berangkat untuk jadi terbaik dari yang terbaik. Naif sekali menurut saya ketika ada orang yang masi

Malam Pemantik

2018 Siang berganti malam membuat kota ini gegap gempita. Beberapa orang terburu-buru hendak pulang dengan menenteng beberapa kantung plastik berisikan makanan dan juga es buah, sebagian menepi ke tenda pinggir jalan yang berdiri. Lalu lintas saat itu sangat padat namun tak menyebabkan macet.  Bintang bersama Andre merupakan bagian yang menepi, masuk ke tenda bertuliskan "Warung Pecel Lele" . Andre langsung memesan menu sesuai dengan nama warung, sedangkan Bintang memesan menu lain. Beduk dipukul beberapa kali dengan tempo yang terdengar bak harmoni, kemudian di susul dengan Adzan yang berkumandang lantang. Waktu berbuka telah dipersilahkan. Mereka berdua lekas membatalkan puasanya dengan Air putih yang diambilnya di atas meja, sebelumnya tentu membaca sebuah doa berbuka. Ucapan syukur terucap dari mulut keduanya setelah selesai meneguk air putih tersebut. Kini mereka berdua duduk berdiam, memandangi aktifitas di sekitarnya sembari menunggu menu yang dipesannya datang.

TABRAKAN Bagian II

Cahaya rembulan meredup tertutup oleh awan. Dedaunan bersenggolan satu sama lain terkena angin. Berderu menyeramkan. Matahari belum lama tenggelam tapi suasana desa di ujung jawa ini sudah seperti tak ada penghuninya. Namun Darto tak takut. Ia tetap melanjutkan perjalannannya ke sebuah rumah yang terletak di ujung Desa. Angin tetap berderu kencang ketika Ia sampai di sebuah rumah panggung. Tangannya mengepal mengetuk pintu kuat-kuat, mencoba mengalahkan riuh suasana alam saat itu. Tak lama seorang lelaki keluar. Umurnya sekitar kepala dua, sama sepertinya. "Kenapa to malam-malam gini bertamu?, kaya gaada hari esok aja kamu to," ujar Amin yang merupakan teman main Darto. "Hehe maaf Min, Aku cuma mau ngajak kamu buat jala ikan besok pagi,” ujar Darto. "Oalah yaudah toh ayo aja Akumah, Besok agak siang Aku bisanya tapi, nanti Aku jemput kamu kalo gitu,” "Yaudah Min kalo gitu, jangan lupa ya bawa jalanya, punya ku udah banyak bolongnya hehe," "Iyo iyo t

TABRAKAN Bagian I

Ayam berkokok tak lagi terdengar. Embun pagi tak lagi nampak menetes di ujung daun. Suara motor lalu lalang dan ibu-ibu pulang dari pasar yang saling mengobrol terdengar bersautan. Pagi menjelang siang hari ini di desa paling ujung pulau jawa tak seperti omongan orang. Yang katanya sepi karena penghuninya tak seramai di kota. Suparni, lelaki kepala empat. Orang asli desa ujung yang baru pulang ke kampung halaman bersama keluarganya dua hari ini. Ia baru terbangun dari tidur dan hendak mengambil handuk. Ingin mandi. Hal itu Ia lakukan karena di dasari rasa gatal badannya. Wajar. Ia tak kena air dengan keinginan sendiri sudah dua hari, kecuali hujan kemarin yang mengguyurnya ketika hampir sampai di depan kampung yang tentu tak diingininya sama sekali. Badannya yang saat itu kuyup oleh hantaman air tuhan, tak juga dibilasnya ketika sudah sampai kampungnya. Akibatnya baru terasa sekarang. Gatal bukan main, sehingga ia terbangun dari tidur yang baru terasa pulas menjelang subuh tadi. Ia p