Malam Pemantik

2018
Siang berganti malam membuat kota ini gegap gempita. Beberapa orang terburu-buru hendak pulang dengan menenteng beberapa kantung plastik berisikan makanan dan juga es buah, sebagian menepi ke tenda pinggir jalan yang berdiri. Lalu lintas saat itu sangat padat namun tak menyebabkan macet. 
Bintang bersama Andre merupakan bagian yang menepi, masuk ke tenda bertuliskan "Warung Pecel Lele". Andre langsung memesan menu sesuai dengan nama warung, sedangkan Bintang memesan menu lain.

Beduk dipukul beberapa kali dengan tempo yang terdengar bak harmoni, kemudian di susul dengan Adzan yang berkumandang lantang. Waktu berbuka telah dipersilahkan. Mereka berdua lekas membatalkan puasanya dengan Air putih yang diambilnya di atas meja, sebelumnya tentu membaca sebuah doa berbuka.
Ucapan syukur terucap dari mulut keduanya setelah selesai meneguk air putih tersebut. Kini mereka berdua duduk berdiam, memandangi aktifitas di sekitarnya sembari menunggu menu yang dipesannya datang.

Kesunyian di tengah keramaian tak bertahan lama di antara mereka berdua. Andre memecah obrolan dengan menanyakan kepada Bintang kenapa tak memesan menu yang sama, yang menurutnya tentu adalah menu andalan di warung ini-karena sesuai dengan namanya. Bintang dengan cepat menjawab bahkan sebelum pertanyaan yang dilontarkan oleh Andre selesai diucap. "Lele itu jorok," jawabnya tanpa berekspresi, bagaikan sebuah template kata yang sudah sedari lama dipersiapkannya.
---


2005
Matahari belum muncul sepenuhnya, tetapi ibu-ibu sudah ramai berdesakan memilih memilah sayuran. Sesekali klason motor berbunyi, memberitahu bahwa jalanan di tengah bukanlah untuk pejalan kaki. Namun hal itu tak digubris, tanpa keinginan untuk menghindar ibu-ibu tetap dengan santainya berjalan di tengah. Barangkali jika semua orang bisa mendengar suara di dalam hati si ibu, akan terdengar ucapan "Siapa suruh pagi-pagi lewat sini,".

Kondisi yang sangat ramai, bau keringat, genangan air yang kotor dan tentunya juga bau amis. Begitulah persepsi Bintang saat ibunya untuk pertama kalinya membawanya ikut berbelanja atau sebenarnya Bintang lah yang memaksa untuk ikut. Dan untuk pertama kalinya ia merasa menyesal telah memaksa.

Hari itu tiba-tiba waktu terasa berjalan sangat lambat. Detik tak juga menjadi menit, menit tak juga menjadi jam dan matahari tak juga bersegera meninggi. Bintang sudah sangat kelelahan mengikuti pergi ibunya ke sana ke mari. Pindah dari satu tukang sayur ke tukang sayur lain, dari tukang sayur lain ke tukang sayur lainnya. Entah sayuran apa yang dicari, Bintang tak paham, ia hanya bisa berdoa ibunya segera selesai dan menyudahi kesengsaraanya. 

Tak lama doanya pun terkabul. Ibunya menyudahi pembelian sayuran. Bintang senang bukan main, ia pun melepas genggaman ibunya yang sedari tadi memegangnya. Kini ia berlari di depan ibunya dengan perasaan senang yang memenuhi hatinya, ia akan bebas dari tempat yang tak menyenangkan bernama 'pasar'. Namun euforia terbebas dari kesengsaraannya  terlalu cepat dirayakan. Ibunya kembali memasuki pasar dengan menggenggam kembali Bintang di sebelah kiri, tangan kanan ibunya penuh dengan plastik sayuran .

Kali ini ibu mengajaknya berjalan ke arah lain, tidak berhenti di tempat para pedagang sayuran yang bergerombol tadi, melainkan ke ujung pasar. Tempat di mana pusat dari bau tidak sedap berasal. Penjual Ikan. 

Bau amis dari berbagai ikan menusuk hidung, jalanannya dipenuhi genangan air kotor. Bintang awalnya merasakan semua itu sebagai suatu yang menyakitkan, namun perlahan ia mulai berdamai dengan kondisi itu. Ia bahkan melepas tangannya dari genggaman ibunya ketika ia tertarik melihat-lihat ikan yang masih hidup. Ia pun memiliki ide untuk minta dibelikan satu, yang mana merupakan sebuah ikan lele. Ibunya dengan cepat menolaknya. Katanya itu bukan ikan baik, tidak cocok untuk dipelihara atau bahkan dikonsumsi. Ibunya bahkan menjelaskan bahwa itu ikan kotor, ikan yang memakan kotoran manusia dan rasanya menjijikkan.
Mendengar hal itu timbul dua niat di hati Bintang. Satu niat untuk tidak pernah membeli ikan lele dan satu lagi niat untuk tidak pernah memakannya.
----


2020
Langit bersih tak tertutupi mega, bulan bulat bersinar penuh pesona dengan bintang gemintang bertebaran di sisinya. Hari yang indah di kota hujan, membuat muda mudi masih berkeliaran di malam yang menjelang dini. Bintang dan tiga temannya berniat mencari makan yang sesuai dengan kantung mereka yang seorang mahasiswa. Mereka berunding cukup lama perihal lokasi, saling melempar tempat "di mana?". Alhasil keputusan tak juga didapat setelah lampu merah berganti hijau untuk yang keempat kali. Bintang bersama tiga temannya masih saja saling menaiki motor pribadi yang tak dinyalakan di pinggir jalan.

Hari kian malam ketika motor dinyalakan. Empat buah motor yang berbeda itu pun segera membelah jalanan yang lengang, menerabas malam yang tak begitu dingin.  Lucunya belum diputuskan di mana tempat makan yang mereka akan kunjungi, mereka hanya baru memutuskan untuk berkeliling dahulu, dengan harapan menemukan tempat makan yang menarik.

Belum lama mereka merasakan suasana jalan di malam hari, salah satu dari mereka berbelok ke sebuah tempat yang memang cukup terkenal di kalangan mahasiswa, yang lain pun akhirnya mengikuti dari belakang.
"Di sini ajalah ya, kemaleman nanti eug," ucap seorang yang mengajak berbelok ke tempat tersebut.
"sue dah, kalo tau gini mending tadi langsung ke sini, make drama mau makan di mana dulu segala," ujar Bintang dengan nada bercanda. Mereka semua tertawa, menyadari betapa dramanya keputusan mereka mencari tempat makan.

Setelah memarkirkan motor Bintang langsung masuk ke warung pinggir jalan yang berdiri, yang lain pun mengikuti. Mereka pun duduk dan segera melihat menu makanan yang ada. Namun dari semua menu, tak ada satupun yang menarik perhatian Bintang, beberapa harganya terlampau mahal dan sisanya merupakan menu yang membosankan. Setelah menimbang dengan baik perihal sisa uang dan estimasi datang kiriman dari orang tua. Akhirnya Bintang tetap memilih menu yang membosankan, ya demi keberlangsungan hidupnya sebagai anak kosan. 

Empat menu dipesan dan hanya Bintang yang memesan menu berbeda. Namun hal itu tidak menjadi persoalan atau bahan obrolan. Sebenarnya tak apa jika apa yang dipesannya menjadi obrolan seperti biasanya, toh ia sudah menyiapkan sebuah template jawaban. Namun yang datang ternyata adalah persoalan lain, yaitu menu yang dipesan oleh Bintang telah habis. Akhirnya dengan berat hati dan terpaksa ia menyamakan pesanannya dengan yang lain. Perasaan aneh datang menghampiri Bintang, untuk pertama kalinya saat ia memesan menu yang ia tak pernah coba. Dua puluh tahun ia bernafas belum pernah sama sekali terpikirkan untuk memesan dan memakan hal yang dihindarinya itu.

Menu yang dipesan pun datang. Empat pecel lele, empat es teh manis dan diikuti empat air di mangkuk untuk mencuci. Teman-teman Bintang yang lain tanpa perlu disuruh sudah lahap memakan hidangan di depannya, setelah sebelumnya mencuci tangan. Namun tidak untuk Bintang, ini pertama kalinya ia melihat ikan lele matang di depannya. Ada perasaan sedikit takut melihat penampilan ikan tersebut, selain itu terngiang pula ucapan ibunya 15 tahun lalu terkait ikan ini, tetapi karena tidak ingin yang lain tahu dan juga didasari perutnya yang sudah mulai kelaparan, ia pun mulai mengambil suapan pertamanya. 

Daging ikan ia potek dan dibalutnya sedikit sambal dengan sesuap nasi. Ia kunyah dengan perlahan. Kengerian serta ingatannya akan kotornya ikan ini masih saja bergentayangan di kepalanya. Sosok ikan pemakan kotoran manusia. Namun ia kaget bukan main. Ternyata ikan yang selama ini ia hindari memiliki rasa yang begitu enak. 
"Tau ga? Ini pertama kalinya gua makan lele. Dua puluh tahun gua hindarin, ternyata enak banget anjay," ujar Bintang ke teman-temannya.
"Sumpah ul?" salah satu temannya menggrubris ucapannya.
"sumpah dah, tau gini dari dulu gua makan deh," jawab Bintang.
"yah nyesel kan ul baru tau sekarang," balas temannya lagi.
"nyesel sih engga, cuma ngerasa telat aja haha," timpalnya. Ternyata apa-apa yang selama ini ia hindari tak seperti yang dibayangkannya. Perasaan menyesal pun datang menghampirinya, bukan karena ia baru mengetahui sebuah fakta baru, melainkan ia menyesalkan bahwa ternyata dari dulu ia menyimpulkan apa-apa dari cerita orang lain-walaupun itu dari ibunya sendiri.

Malam itu bersama dengan yang lain, Bintang lahap memakan pecel lele dan malam itu adalah malam bersejarah untuknya, karena merupakan pemantik untuk Bintang memesan menu ikan lele di hari lainnya, serta merupakan malam di mana ia mulai belajar untuk tidak menyimpulkan sesuatu hanya karena cerita dari orang lain.
---

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belum ada judul

buah dari yang lalu

Dari Semua Pria, Aku Yang Juara