TABRAKAN Bagian II

Cahaya rembulan meredup tertutup oleh awan. Dedaunan bersenggolan satu sama lain terkena angin. Berderu menyeramkan. Matahari belum lama tenggelam tapi suasana desa di ujung jawa ini sudah seperti tak ada penghuninya. Namun Darto tak takut. Ia tetap melanjutkan perjalannannya ke sebuah rumah yang terletak di ujung Desa.

Angin tetap berderu kencang ketika Ia sampai di sebuah rumah panggung. Tangannya mengepal mengetuk pintu kuat-kuat, mencoba mengalahkan riuh suasana alam saat itu. Tak lama seorang lelaki keluar. Umurnya sekitar kepala dua, sama sepertinya.

"Kenapa to malam-malam gini bertamu?, kaya gaada hari esok aja kamu to," ujar Amin yang merupakan teman main Darto.

"Hehe maaf Min, Aku cuma mau ngajak kamu buat jala ikan besok pagi,” ujar Darto.

"Oalah yaudah toh ayo aja Akumah, Besok agak siang Aku bisanya tapi, nanti Aku jemput kamu kalo gitu,”

"Yaudah Min kalo gitu, jangan lupa ya bawa jalanya, punya ku udah banyak bolongnya hehe,"

"Iyo iyo tenang besok Aku siapin semuanya to,"

"Yaudah min kalo gitu Aku pulang dulu,"

"Yowes hati-hati To,"

Darto pun pulang dengan segera. Beruntung, Ia telah sampai rumah sebelum hujan mengguyurnya. Ia pun bersyukur untuk dua hal. Satu karena tak terkena sedikitpun tetasan air. Kedua, Ia bisa segera tertidur lelap. Rintik hujan adalah nina bobo paling sempurna menurutnya.

Matahari mulai meninggi. Orang-orang sudah sibuk dengan rutinitasnya masing-masing. Darto duduk gelisah di depan rumahnya menunggu Amin yang belum juga nampak batang hidungnya.

"Kalau tau begini, tadi Aku anter aja adikku, dari pada dia sendirian ke rumah Bibi," gumam Darto yang menyesali telah menolak ajakan Adiknya.

Satu jam berlalu begitu saja. Darto pun sudah muak menunggu, Ia memutuskan untuk menyudahi menunggu Amin. Ia berencana langsung menuju rumah Amin, menggedor pintunya dan bila ditemukan Amin sedang tertidur pulas, Ia akan meninju wajahnya dengan kepalan tangannya kuat-kuat. Namun rencana itu urung dilakukannya, baru saja Ia berdiri, Amin datang menaiki sebuah motor kopling keluaran terbaru.

"Lets go, semua peralatan siap, kita abisin Ikan di kali hari ini juga to," ujar Amin.
Darto tak merespon, Ia masih terkekeh melihat motor kopling baru milik Amin di depannya
.
"Eh to diem aja, ayo cepet keburu Ikan di kali pada Istirahat," ujar Amin mencoba bergurau.
Darto merespon tapi tidak dengan tawaan, melainkan langsung menoyor kepala Amin yang tak mengenakan helm.

"Kamu ini yang lama, satu jam Aku nunggu kamu loh di sini," ujar Darto kesal.

"Hehe maaf, namanya baru dapet motor baru to, ya Aku cobain dulu lah," Amin tersenyum memperlihatkan giginya yang berbaris rapih namun sedikit menguning.

"Halah dasar norak, yaudah ayo cepet,"

"Sebentar to," ucap Amin.

"Kenapa Min?, jangan bilang kamu lupa bawa jalanya?" Raut wajah Darto terlihat penasaran sekaligus kesal.

"Engga itu aman semua to,"

"Terus kenapa min?" tanya Darto.

"Kamu gamau nyobain motor kopling keluaran terbaru punya Aku ini?” ujar Amin. Tangannya mengelus kepala motor yang tak terlihat sedikitpun debu.

"Wah mau min!" ucap darto dengan perasaan senang.

Darto segera mengambil alih posisi Amin. Motorpun langsung dihidupkan saat itu juga, Ia berdua langsung melesat menuju kali tempat mereka berdua akan menjala ikan.
Jalanan Desa yang tak ramai, membuat Darto membawa motor mengebut kencang. Badannya memiring dan dengkulnya mencoba menyentuh jalan ketika ia temui belokan-belokan, bak pembalap profesional Ia kala itu.

Kini jalan lurus di depan pasar menjadi pemandangan di depannya. Pedal gas ditangannya pun mentok dibuatnya. Motor Amin melaju dengan kekuatan penuh. Namun ketika itu juga ada mobil di depannya yang hendak berbelok masuk pasar. Darto dibuat kaget oleh hal tersebut. Tangan dan kakinya tak sempat menahan rem. Motor pun menabrak mobil tersebut.
Menghasilkan suara ledakan, yang bisa di dengar satu pasar. Atau mungkin satu Desa.

---


Agung kaget bukan kepalang ketika mobil yang dikendarainya menabrak motor. Hendak terguling mobilnya saat itu juga karena tabrakan tersebut. Ia pun langsung keluar dan lari dari mobil secepat mungkin, menghindari amukan massa. Tak dilhat oleh siapapun Ia saat keluar dari mobilnya kala itu.
Orang-orang pun dengan cepat berkerumum. Anak-anak, orang tua, pembeli bahkan pedagang pasar sekalipun. Teriakan-teriakan terdengar ketika setiap orang melihat apa yang ada di depannya. Dua lelaki mati dengan kondisi badannya yang tak lagi berbentuk. Semua yang melihat pemandangan tersebut memasang wajah ironis.

Entah siapa yang memulai, orang-orang berinisiatif membersihkan lokasi kejadian. Menyiram darah kental yang mulai bergenang di jalan, memumungut bagian-bagian tubuh dua orang yang berhamburan. Kemudian meletakkannya ke dalam mobil. Tetapi anehnya tak satupun yang berniat atau berinisiatif mengantarkan mayat tersebut ke puskesmas.

Agung masih bersembunyi ketika melihat semua kejadian tersebut. Mulai tersentuh hatinya ketika tak juga ada yang membawa mayat dua lelaki yang tak lagi bernyawa itu. Padahal sudah jelas di dalam mobil kunci masih tersangkut.

Agung yang sedang bersembunyi pun melepas kemejanya, kemudian Ia bergerak keluar membelah kerumuman, dipakainya kacamata yang tadi diambilnya sembarang di depan pasar. Ia menyamarkan tampilannya dari yang sebelumnya. Takut orang-orang tersebut tau bahwa pengemudi mobil tersebut adalah dirinya.

Ia tak berbicara sepatah katapun ketika itu, hanya berjalan dengan tenang kemudian masuk ke dalam mobil. Orang-orang yang berkerumum juga tak ada yang bertanya perihal dirinya dan juga tak ada yang menyadari bahwa dialah pengemudi mobil tersebut. Ia pun segera membawa mobil yang di dalamnya terdapat dua tubuh lelaki yang di tabraknya. Sikap tenangnya yang tadi diperlihatkan di depan kerumunan orang kini hilang di dalam mobil, bersamaan setelah Ia tau siapa yang ditabraknya.

Suasana puskesmas ketika Ia baru sampai saat itu sepi. Mungkin karena masyarakat desa ini yang lebih memilih berobat ke pedukunan dibandingkan dokter. Ketika sampai Agung hanya memarkirkan mobilnya, Ia tak berniat untuk keluar dari mobilnya tersebut. Orang-orang pasar yang sebagian mengikuti mobilnya dengan motorlah yang mengangkat dua mayat ke puskesmas. Ia hanya terdiam di dalam mobil. Badannya membeku dan keringatnya mengucur deras.

Dua jam berlalu dengan detak jarum jam yang melambat bagi Agung yang masih di dalam mobil. Kerumunan orang yang ikut mengantar jenazah perlahan mulai meninggalkan puskesmas ketika rasa penasarannya terbayarkan.  Orang-orang mulai kembali ke rutinitas mereka. Agung yang sedari tadi berada di dalam mobil pun mulai merasa perlu untuk keluar. Ia masih perlu memastikan apa yang ada di benaknya. Ia pun segera keluar dari mobil dan menuju ke dalam puskesmas.

Ketika baru masuk puskesmas Agung di kagetkan dengan suara jeritan seorang anak kecil. Anak itu berteriak dengan Bahasa yang hanya dimengertinya. Agung paham sekali apa yang dirasakan anak itu. Ia pun segera berlari masuk mengikuti anak kecil yang sangat dikenalinya tersebut menuju ruangan yang dipintunya terdapat tulisan ‘yang tak berkepentingan dilarang masuk’. Seorang dokter yang sedang bekerja dengan sigap menahan anak kecil tersebut untuk mencoba mendekati salah satu jenazah. Namun, dengan segera Agung memberitahu dokter tersebut untuk tidak apa Ia melakukannya. Karena anak kecil yang ternyata gagu itu adalah adik dari jenazah di depannya. Anak kecil tersebut bernama Randi dan Jenazah tersebut adalah Darto. Mereka berdua merupakan saudara Agung.

Selesai.


--
Tokoh :
Suparni (42), Ayah Ocon
Ocon (19) Anak Suparni, saudara Rendi
Rendi (19) saudara Ocon

Randi (13) anak kecil gagu
Darto (22) kakak Randi
Amin (22), teman Darto

Agung (22), saudara Darto dan Randi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belum ada judul

buah dari yang lalu

Dari Semua Pria, Aku Yang Juara